LINTASCELEBES.COM MAKASSAR — Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Lamaddukelleng, Andi Bau Mallarangeng, SH, MH, dalam ujian promosi doktor pasca sarjana Fakultas Hukum Unhas, berhasil meraih gelar Doktor dengan predikat sangat memuaskan.
Andi Bau Mallarangeng dihadapan delapan orang tim penguji berhasil mempertahankan desertasinya yang berjudul Rekonstruksi Pengaturan Sistem Pemilihan Kepala Daerah Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik.
Ujian promosi doktor selain dihadiri keluarga dan kerabat dekat Andi Bau Mallarangeng dari Kabupaten Wajo, juga hadir ketua yayasan STIH Lamaddukelleng beserta staf pengajar serta para dosen guru besar Fakultas Hukum Unhas lainnya.
Dalam penelitiannya, Andi Bau Mallarangeng mengatakan, sistem pemilihan yang dilaksanakan saat ini cenderung menimbulkan dampak negatif yakni, semakin banyaknya pemimpin kepala daerah yang terjerat kasus korupsi akibat tingginya biaya yang dikeluarkan para calon pemimpin.
“Selain itu, sistem pemilu dewasa ini juga rawan terhadap tindak kekerasan, dimana akhirnya bisa menimbulkan konflik dan dendam antar pendukung calon pemimpin, sehingga akhirnya bisa menimbulkan perpecahan satu sama lain,” jelasnya Senin, 18 November 2019.
Dampak lain dari sistem pemilihan kepala daerah secara langsung, juga menyerap anggaran belanja negara yang cukup besar untuk membiayai operasional pemilu, sehingga sangat tidak efisien dan efektif.
Karena alasan itu, Andi Bau Mallarangeng dihadapan penguji mengatakan, ke depan perlu ada rekonstruksi pengaturan sistem pemilihan kepala daerah.
Solusi yang ditawarkan yakni, pemilihan kepala daerah hendaknya dikembalikan ke sistem perwakilan di DPRD dan pimpinan partai politik harus konsisten mengajukan calon pemimpin yang memiliki integritas terhadap NKRI, bertakwa, dan memiliki track record yang cukup baik.
Untuk menunjang rekonstruksi yang dimaksud, maka aturan dan perundang-undangan tentang pemilu juga harus disempurkan tidak seperti saat ini yang terlalu rumit dan rancu. Selain itu, dalam menerapkan sistem pemilihan kepala daerah yang baru, maka sistem penjaringan calon pemimpin harus dibentuk sebuah tim penjaringan yang nantinya akan menerima nama-nama yang bakal dimasukkan ke DPRD dan dipilih oleh DPRD.
Menurutnya, dengan rekonstruksi pengaturan tersebut, maka diharapkan sistem pemilu yang akan datang tidak lagi menjadikan parpol sebagai penentu calon pemimpin, karena pemilihannya dilakukan oleh DPRD.
Namun, dengan rekonstruksi sistem sejumlah penguji menanggapi bahwa sistem seperti itu juga rawan terhadap tindakan korupsi, karena boleh jadi politik uang yang dulunya marak dilakukan oleh partai politik justru akan beralih kepada anggota DPRD.
Untuk itulah, sejumlah penguji menyarankan agar sistem pemilu yang baik dan efisien hanya bisa dilakukan di Indonesia dengan cara pemilihan langsung melalui elektronik voting e-KTP dengan menggunakan aplikasi ponsel yang bisa dilakukan oleh seluruh rakyat di handphone masing-masing.
Setelah berlangsung tanya jawab dari para penguji yang terdiri atas delapan guru besar yakni, Prof. DR. Achmad Ruslan, SH, MH (promotor), Prof DR. Muhammad Djafar Saidi, SH, MH (promotor) dan penguji masing-masing DR. Ansyari Ilyas, SH, MH., DR.Sukardi, SH, MH., Prof.DR. Aminuddin Ilmar SH, MHum., Prof. DR. Abdul Razak, SH, MH., Prof. DR. Andi Muhammad Yunus Wahid, SH, MH., dan DR. Muh. Hasrul, SH.MH.
Laporan: H. Manaf