LINTASCELEBES.COM WAJO — Aliansi Mahasiswa Indonesia Wajo Bersatu (AMIWB) mendatangi DPRD Wajo untuk menyampaikan aspirasi terkait dengan rencana kenaikan iuran BPJS pada awal tahun 2020 mendatang. Aspirasi ini diterima oleh anggota DPRD Wajo H.Agustan Ranreng, H. Mustafa dan H. Sainudddin Senin, 9 September 2019.
Presiden AMIWB Herianto Ardi dalam aspirasinya mengatakan bahwa kenaikan iuran BPJS sangat memberatkan, pasalnya kenaikannya sebesar 100 %. Dimana kelas 1 dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu sedangkan kelas 2 dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu.
Pada hal kata dia, UUD 1945 menjamin bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
“Intinya kami sangat menolak kenaikan iuran BPJS karena kesehatan adalah layanan sosial dasar, dan negara harus hadir untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima karena kalau hanya mengatasi defisit bukan solusi menaikkan iuran karena diindikasikan pengelolaan BPJS bermasalah,” tegasnya.
Pada kesempatan itu, Herianto Ardi mengungkapkan, hanya satu daerah yang ada di Sulsel menaolak BPJS yakni Kabupaten Gowa. “Kami sangat mengapresiasi bupati gowa karena satu-satunya daerah di Sulsel yang menolak BPJS dan menggunakan Jamkesda dalam pelayanan kesehatan di masyarakat yang hanya bermodalkan foto copy ktp dan KK sudah menikmati fasilitas kesehatan gratis,” ujarnya.
Disamping itu, lanjut Herianto, dalam Permendes telah mengatur 10% alokasi dana desa untuk pemberdayaan masyarakat. “Khususnya dibidang kesehatan ini juga perlu direlisasikan untuk pencegahan penyakit masyarakat yang ada di desa,” pungkasnya.
Anggota DPRD Wajo H. Agustan Ranreng saat menerima aspirasi tersebut mengapresiasi kedatangan AMIWB dan mendukung penolakan kenaikan iuran BPJS. “Sementara ini belum ada kelengkapan dewan tetapi setelah alat kelengkapan dewan terbentuk langsung kami rapat kerja dengan BPJS,” ujarnya.
Sementara Legislator dari Partai Gerindra H. Mustafa mengungkapkan, jangan karena manajemen atau defisit yang terjadi di dalam BPJS menjadi beban masyarakat. “Meskipun kelas 1 dan 2 yang dinaikkan tarifnya, tetapi secara ekonomi dampaknya akan berpengaruh pada masyarakat yang tidak mampu,” ungkapnya.
Dikatakan bahwa, hal ini merupakan isu nasional, tetapi daerah juga berhak memberikan masukan ke propinsi dan ke pusat. “Sebaiknya pemerintah mempertimbangkan lagi terkait hal ini,” pungkasnya.
Terpisah Wakil Ketua I DPRD Wajo kab.wajo H. Firmansyah Perkesi mengatakan bahwa rencana kenaikan tarif BPJS pada tahun 2020 ini sangat memberatkan karena kenaikannya mencapai 100%. “InsyaAllah setelah kelengkapan dewan terbentuk segera kami akan konsultasikan ke pihak BPJS,” tandasnya.(Advertorial)